Seorang guru gamelan di Oxford, Inggris, Peter Smith, mengajak anak-anak Yogyakarta untuk terus belajar dan menggunakan bahasa Jawa. Alasannya, bahasa Jawa adalah warisan leluhur yang harus dilestarikan.
Pete, sapaan akrab Peter Smith, menyampaikan ajakan tersebut saat mengadakan kunjungan ke Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (7/8/2023).
“Ampun ngantek basamu ical. Mesakne wong tuo, mesakne simbah-simbahmu. Ayo menghargai bahasamu dewe (Jangan sampai bahasamu hilang. Kasihan nenek moyangmu. Ayo menghargai bahasamu sendiri-red),” pesan Pete.
Selesai berbincang dengan pegawai dan mahasiswa magang di Balai Bahasa Provinsi DIY, Pete bersama dengan Kepala Balai Bahasa Provinsi DIY, Dra. Dwi Pratiwi, M.Pd., beserta tim melaksanakan kunjungan ke SD Muhammadiyah Karangkajen. Saat kunjungan tersebut, Pete mengajak para siswa SD Muhammadiyah Karangkajen berbincang dengan menggunakan bahasa Jawa sembari belajar bahasa Jawa.
Para siswa terlihat antusias mengobrol dengan Pete. Sayangnya, anak-anak itu tampak kebingungan menjawab ketika Pete memberikan pertanyaan. Mereka gagal menebak bahasa Jawa krama inggil dari kosakata umum seperti bagian-bagian tubuh dan warna. Pete yang merupakan orang asli Inggris justru terlihat lebih menguasai bahasa Jawa. Pete mengajari para siswa beberapa kosakata bahasa Jawa krama inggil.
Penguasaan bahasa Jawa para siswa SD Muhammadiyah Karangkajen tersebut merupakan satu bukti rendahnya penguasaan bahasa Jawa di kalangan penutur muda. Koordinator Kelompok Kepakaran dan Layanan Profesional (KKLP) Pelindungan dan Pemodernan Balai Bahasa Provinsi DIY, Ratun Untoro, M.Hum., menyatakan bahwa perlu pembiasaan menggunakan bahasa Jawa.
Pembiasaan itu, paparnya, bisa dimulai di ranah keluarga dan sekolah. Berbahasa Jawa tidak sulit ketika sudah biasa, seperti halnya Pete, orang Inggris yang pintar bahasa Jawa.
“Pete bisa bahasa Jawa karena terbiasa bergaul dengan orang yang menggunakan bahasa Jawa. Ilmu yang ia pelajari di kampus sebenarnya ilmu gamelan. Bahasa Jawa yang ia kuasai
merupakan salah satu dampak dari pergaulan,” pungkas Ratun Untoro, M.Hum. (rhy)