Yogyakarta, 17 September 2024—Dalam rangka meningkatkan kompetensi mahasiswa di bidang Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA), Universitas PGRI Banyuwangi bekerja sama dengan Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk mengadakan pelatihan khusus yang dihadiri oleh 15 mahasiswa program studi Bahasa Inggris, 3 dosen pendamping, dan sejumlah pegawai dari Balai Bahasa Provinsi DIY. Pelatihan itu diselenggarakan di Aula Integritas, Balai Bahasa Provinsi DIY dan dihadiri Ibu Rishe Purnama Dewi sebagai narasumber utama.
Pelatihan tersebut dibuka dengan sambutan hangat dari Ibu Dwi Pratiwi selaku Kepala Balai Bahasa Provinsi DIY. Dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya kolaborasi dalam pengembangan BIPA. Ia juga menyebutkan bahwa Balai Bahasa Provinsi DIY bekerja sama dengan 22 lembaga BIPA untuk menyediakan fasilitas, salah satunya ialah penerbitan buku. Ibu Dwi berharap bahwa setelah mengikuti pelatihan ini, mahasiswa Universitas PGRI Banyuwangi dapat memanfaatkan ilmu yang diperoleh untuk berkolaborasi lebih lanjut dengan Balai Bahasa Provinsi DIY dan berpartisipasi dalam acara mendatang yang bertajuk “Sehari Menjadi Indonesia”.
Dalam sesi pelatihan, Ibu Rishe Purnama Dewi menyampaikan berbagai materi penting tentang ke-BIPA-an. Pertama, ia menjelaskan hakikat BIPA sebagai pembelajaran bahasa Indonesia yang ditujukan, baik untuk penutur asli maupun orang asing. Materi yang dibahas meliputi sejarah dan perkembangan BIPA, visi BIPA, serta perbedaan pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asli dan penutur asing. Menurut Ibu Rishe, visi BIPA meliputi pemberdayaan pengajar; pembelajaran melalui metode pengajaran yang berkelanjutan, terstruktur, dan sistematis; serta penguatan identitas nasional. Kedua, ia menjelaskan tujuan pembelajaran BIPA yang meliputi komunikasi sehari-hari, pekerjaan, minat khusus, dan kebutuhan akademik. Keempat, Ibu Rishe menguraikan klasifikasi pembelajaran BIPA yang terdiri atas pembelajaran singkat, regular, rekreasi, dan tujuan khusus; sejarah dan perkembangan BIPA yang dimulai sejak tahun 1928; serta penyelenggara BIPA di berbagai negara, seperti Prancis, Jepang, Amerika Serikat, dan Tiongkok.
Materi tambahan mengenai budaya juga menjadi fokus utama pelatihan. Ibu Rishe menekankan pentingnya pengenalan budaya dalam pembelajaran BIPA untuk membekali pemelajar dengan pengetahuan yang memadai tentang cara hidup dan bersosialisasi di Indonesia. Selain itu, dalam pelatihan ini diadakan sesi praktik tentang pengembangan bahan ajar BIPA. Pada sesi ini peserta dilatih untuk membuat bahan ajar berbasis budaya yang menarik dan efektif. Tahapan pengembangan bahan ajar tersebut meliputi pemilihan materi fungsional dan penentuan strategi pengembangan yang ditekankan pada materi budaya yang relevan.
Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan mahasiswa Universitas PGRI Banyuwangi akan makin siap untuk berkontribusi dalam dunia BIPA dan memperkuat pemahaman lintas budaya. Pelatihan ini menjadi langkah penting dalam upaya memajukan pembelajaran bahasa Indonesia di tingkat internasional. (YOZ)