Pada Selasa, 12 Agustus 2025, telah dilaksanakan kegiatan sosialisasi program krida duta bahasa oleh Duta Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Razif Raihan Rasyid dan Elvira Sundari, bertempat di SMP Negeri 4 Pakem. Krida merupakan program yang dirancang dan dibawakan oleh duta bahasa dari setiap daerah sebelum mengikuti seleksi di tingkat nasional. Program ini berfokus pada bidang kebahasaan dan kesastraan untuk menunjang berbagai program balai bahasa/kantor bahasa sekaligus menjadi salah satu aspek penilaian pada ajang Pemilihan Duta Bahasa Tingkat Nasional. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, program krida diperuntukkan bagi peserta didik jenjang sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP).
Duta Bahasa Provinsi DIY memberi nama program tersebut dengan sebutan Batik (Baca, Tulis, Petik). “Kami memilih nama Batik karena selain mengandung unsur budaya Yogyakarta, nama ini juga mencerminkan filosofi kegiatan kami. Baca berarti mengajak anak-anak untuk gemar membaca, tulis berarti mengasah keterampilan menulis, dan petik berarti memetik hikmah serta pelajaran dari karya sastra yang dibaca,” ucap Elvira Sundari dalam kegiatan tersebut.
Program Batik ini berbentuk diskusi sastra yang bertujuan meningkatkan kecakapan literasi peserta didik. Diskusi dilakukan secara berkelompok dengan komposisi empat orang per kelompok. Setiap anggota memiliki peran yang diambil dari nama motif batik dengan penjelasan sebagai berikut.
1. Parang melambangkan kepemimpinan dan keberanian. Anggota berperan sebagai pemimpin kelompok yang bertugas mengajukan pertanyaan kepada kelompok lain.
2. Kawung melambangkan keadilan. Anggota berperan mengaitkan isi karya sastra dengan realitas kehidupan.
3. Cakar Ayam bermakna ketelitian. Anggota bertugas mencari kosakata baru dalam bahasa Jawa dari karya yang dibaca.
4. Sidomukti bermakna kemakmuran. Anggota bertugas menyampaikan inti sari dari karya sastra yang dibaca.
Keprihatinan terhadap semakin terpinggirkannya karya sastra di masyarakat menjadi latar belakang dipilihnya program ini. Selain itu juga karena rendahnya tingkat kecakapan literasi, khususnya kemampuan menyimpulkan isi bacaan. Kondisi ini terjadi sebagai akibat dari penggunaan gawai secara berlebihan serta lingkungan pergaulan yang kurang mendukung. Oleh karena itu, program ini dirancang menggunakan pendekatan literasi berbasis diskusi kelompok kecil dengan menggabungkan konsep yang telah teruji di luar negeri dengan tetap memperhatikan kearifan lokal budaya Yogyakarta. Harapannya, setiap peserta didik berani mengemukakan pendapat berdasarkan apa yang dibaca.
Sosialisasi ini juga bertujuan agar para guru yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) memperoleh referensi program literasi yang dapat diterapkan di sekolah masing-masing. Apabila program ini diadopsi, Duta Bahasa Provinsi DIY juga telah menyiapkan buku panduan, lembar kerja, serta penjelasan lengkap yang dapat diakses melalui laman resmi Duta Bahasa Provinsi DIY yang bisa digunakan oleh para guru.
Tantangan yang dihadapi selama implementasi krida duta bahasa ini adalah sulitnya memberikan atensi kepada peserta didik tingkat SD karena mereka mudah terdistraksi dan belum terbiasa dengan budaya membaca. “Harapan kami, program ini dapat menjadi variasi kegiatan literasi yang menyenangkan. Kami ingin anak-anak Indonesia jatuh cinta pada literasi dan membaca. Dengan membaca, mereka akan tumbuh menjadi generasi yang kaya pengetahuan dan tidak mudah dipengaruhi atau dibodohi oleh pihak mana pun,” ujar Razif.
Penulis: Tiara Wulan (Magang)