Anindita Brataningdyah
Muhammad Ade Safri Salampessy
Pada awalnya, pengertian literasi terbatas hanya pada kegiatan membaca dan menulis saja. Namun, saat ini definisi literasi sudah semakin berkembang. Literasi sesungguhnya mencakup keterampilan mendengar, berbicara, membaca, dan menulis (Kennedy, 2012: 41). Literasi memiliki berbagai macam manfaat. Tidak hanya terbatas untuk menambah kosakata atau merangkai kata dengan baik. Literasi dapat meningkatkan kemampuan kinerja otak karena terbiasa mengolah informasi. Selain untuk menerima informasi, literasi juga berkaitan erat dengan kemampuan verbal seseorang. Agar dapat memberikan informasi yang efektif, seseorang juga harus dapat menerima dan mengolah informasi dengan baik. Literasi dapat melatih fokus dan konsentrasi. Literasi juga mengajarkan kemampuan berpikir kritis untuk menanggapi berbagai macam informasi yang telah diperoleh. Terlebih lagi saat ini, literasi digital sangat penting untuk meningkatkan kepekaan terhadap informasi. Informasi yang diperoleh tidak hanya ditelan mentah-mentah, tetapi perlu dicerna agar bisa dipahami dengan baik.
Terdapat enam pilar literasi, yaitu 1) literasi baca tulis, 2) literasi numerasi, 3) literasi sains, 4) literasi digital, 5) literasi finansial, 6) literasi budaya dan kewargaan. Salah satu pilar literasi yang bisa dikaitkan dengan kegiatan yang mengasah kreativitas adalah literasi budaya. Literasi budaya merupakan sebuah kemampuan dalam memahami dan bersikap terhadap kebudayaan bangsa Indonesia sebagai identitas bangsa. Literasi budaya menjadi salah satu bukti bahwa literasi tidak terbatas pada kegiatan baca tulis saja. Literasi budaya dapat menjadi fondasi untuk memupuk rasa cinta pada tanah air. Saat ini, sudah banyak kegiatan literasi yang sudah dikembangkan oleh berbagai komunitas. Komunitas-komunitas tersebut berinovasi untuk menciptakan kegiatan literasi yang lebih menyenangkan, khususnya bagi anak-anak. Literasi perlu diajarkan sedari kecil agar dapat menjadi budaya saat usia produktif nantinya.
Gambar 1. Pendiri Kolitas (Mell Saliha) dan Seniman Gunungkidul (Asto Puaso)
Di antara banyaknya program literasi yang gencar dilaksanakan, salah satu permasalahan yang hadir adalah penyempitan makna literasi, yakni literasi yang hanya dimaknai sebagai kegiatan membaca dan menulis. Anggapan ini kemudian membuat berbagai program literasi yang ada terkesan monoton dan membosankan terutama untuk anak-anak. Kurangnya fasilitas yang memadai seperti ruang untuk anak-anak belajar di luar sekolah pun juga menjadi persoalan yang perlu diperhatikan. Di tengah permasalahan tersebut, Komunitas Literasi Anak Singkong (Kolitas) hadir menjawab tantangan peningkatan literasi langsung dari akar rumput. Pendiri Kolitas, Mell Shaliha, memfasilitasi 35 anak pra-sekolah dan sekolah dasar dari berbagai daerah di Gunungkidul untuk belajar melalui pojok baca yang ia bangun di rumahnya dengan berbagai dukungan dari masyarakat sekitar.
“Rumah ini sudah seperti rumah mereka sendiri, Mbak. Mereka bebas ke mana pun mengerjakan apa pun, agar saat belajar mereka pun merasa nyaman. Mereka juga bisa minta ingin belajar apa sesuai kemauan mereka,” ujar Mell saat kunjungan Duta Bahasa DIY 2023 ke Pojok Baca Kolitas.
Selain menyediakan pojok baca, Mell yang juga merupakan Duta Baca Daerah Istimewa Yogyakarta, turut mengajar berbagai mata pelajaran di sekolah kepada anak-anak di sekitar rumahnya. Di tempat itu, anak-anak bisa mengerjakan pekerjaan rumah, membaca buku, hingga belajar mengikuti lomba mewakili sekolah mereka. Beragam lomba berkaitan dengan literasi, seperti membaca puisi dan geguritan turut dilatih bersama di tempat ini.
Gambar 2. Anak-Anak Anggota Kolitas Menggambar di Studio Ngambah Lemah
Tidak kehabisan ide, Kolitas bekerja sama dengan Asto Puaso, seorang perupa dari Gunungkidul, untuk mengembangkan kegiatannya. Anggota Kolitas mendatangi Studio Ngambah Lemah milik Asto Puaso. Asto Puaso, pria paruh baya yang akrab dipanggil Mbah Lanang dalam jagad seni rupa tersebut, mengajak anak-anak untuk belajar menggambar di studionya.
“Aku merasa bahagia. Aku merasa senang. Aku merasa bangga anak-anak sudah mulai mencintai seni rupa. Aku berharap tidak hanya mencintai, tapi seni rupa ada dalam jiwa mereka,” ungkap Mbah Lanang dalam wawancaranya.
Anak-anak dibagi ke dalam dua kelompok, yakni kelompok kelas kecil yang terdiri atas anak kelas 1—3 dan kelas besar yang terdiri atas kelas 4—6. Dalam kegiatan menggambar bersama ini, alih-alih mendikte anak-anak, Mbah Lanang mengajak mereka untuk berkreasi sesuai dengan minat mereka sendiri. Pemilihan tema yang akan mereka gambar pun tidak langsung ditentukan, melainkan ditawarkan kepada anak-anak terlebih dahulu. Mbah menekankan pada mereka untuk bisa menggambar apa pun yang mereka inginkan dan memilih warna apa pun yang cocok bagi gambar mereka masing-masing. Seperti apa pun gambar mereka, tidak ada gambar yang jelek bagi Mbah Lanang. Baginya, yang terpenting adalah anak-anak mampu mewujudkan ekspresi mereka melalui seni rupa.
Tidak semua anak memiliki kemampuan verbal untuk bisa mengungkapkan isi perasaan dan pikiran mereka. Aktivitas membaca dan menulis tidak selalu dapat memfasilitasi anak-anak dalam berekspresi. Bagi mereka yang kesulitan menyampaikan ekspresi lewat kata, menggambar dapat membantu anak-anak mengekspresikan dirinya lewat rupa. Hal ini dapat mendukung kemampuan anak-anak dalam menyampaikan idenya dan mendukung komunikasinya dengan orang dewasa, seperti guru maupun orang tua.
Menggambar menjadi sebuah media untuk melatih keterampilan dan menuangkan isi pikiran serta emosi mereka. Menggambar juga dapat melatih koordinasi antara mata dengan tangan. Oleh karena itu, kegiatan menggambar memiliki pengaruh besar juga dalam aktivitas membaca dan menulis bagi anak. Anak-anak harus diberi ruang agar mereka bisa mengungkapkan ekspresi mereka sebebas-bebasnya. Kegiatan menggambar sebagai upaya peningkatan literasi harus terus didukung. Melalui kegiatan menggambar, budaya literasi bangsa juga dapat ditumbuhkan.
Kemampuan untuk memahami dan menuangkan ide sesungguhnya juga merupakan bagian dari literasi. Jika dibandingkan dengan program literasi yang monoton, penggunaan media berupa seni rupa ini bisa menjadi suatu metode pilihan. Target dari upaya peningkatan literasi adalah kebiasaan, yang tidak bisa ditanamkan satu atau dua kali saja. Penanaman literasi menggunakan berbagai ragam metode seperti yang dilakukan oleh Kolitas ini memungkinkan rangkaian program literasi yang dijalankan menjadi lebih berkelanjutan.
Gambar 3. Dokumentasi Kunjungan Duta Bahasa DIY pada Kegiatan Menggambar Bersama Kolitas di Studio Ngambah Lemah
Berkaitan dengan hal tersebut, Duta Bahasa DIY sebagai representasi insan yang mencintai literasi memiliki peranan penting dalam pengembangan program ini. Dalam rangka mendukung program literasi yang telah ada, Duta Bahasa DIY melaksanakan kunjungan, wawancara, perekaman, dan publikasi program Kolitas untuk diunggah menjadi salah satu konten literasi Balai Bahasa Provinsi DIY. Hal ini bertujuan untuk menyebarluaskan gerakan literasi seperti Kolitas kepada masyarakat. Melalui usaha ini, diharapkan gerakan ataupun komunitas serupa dapat terus bertumbuh di Yogyakarta dan memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan literasi terutama pada anak-anak. Sering kali anak muda berpikir harus selalu membuat sesuatu yang baru untuk dapat berperan, padahal kita juga dapat ikut andil dengan memperluas dan mendukung gerakan yang telah ada, dengan memanfaatkan perkembangan teknologi dan sarana yang dimiliki.
Saat ini diperlukan kolaborasi dalam proses peningkatan literasi yang tidak hanya terbatas pada kegiatan baca-tulis. Salah satunya adalah kegiatan menggambar yang sudah diterapkan oleh Komunitas Kolitas. Diharapkan melalui berbagai dukungan secara kolektif, komunitas-komunitas organik seperti Kolitas dapat terbantu dalam melaksanakan misi di tengah masyarakat. Upaya ini perlu terus didukung dalam rangka meningkatkan literasi pada anak khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta, serta dapat menjadi percontohan bagi daerah lainnya dalam rangka mendukung program literasi nasional untuk kemajuan bangsa Indonesia di masa mendatang.
Sumber yang dikutip :
Kennedy, E., Dunphy, E. & Dwyer, B. (2012). Literacy in Early Childhood and Primary Education (3-8 years). Dublin: National Council for Curriculum and Assessment
Setiawan, dkk. (2019). Penguatan Literasi Siswa Sekolah Dasar melalui Kunjungan Perpustakaan. Prosiding Seminar Nasional PGSD. Diakses pada 3 September 2023 melalui https://core.ac.uk/download/pdf/230386992.pdf
Yuk Mengenal 6 Literasi Dasar Yang Harus Kita Ketahui dan Miliki. (2019). Diakses pada 3 September 2023 melalui https://ditpsd.kemdikbud.go.id/artikel/detail/yuk-mengenal-6-literasi-dasar-yang-harus-kita-ketahui-dan-miliki